Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi mempertanyakan alasan Pemerintah yang masih menggunakan obat klorokuin dalam pengobatan pasien Covid-19.

Padahal WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) telah mengeluarkan larangan penggunaan obat tersebut.

“Saya meminta Pemerintah memberikan klarifikasi secara terbuka kepada publik, mengapa hingga saat ini masih menggunakan Klorokuin dalam pengobatan Covid-19? Padahal sejak 25 Mei, WHO telah menghentikan penggunaan obat tersebut,” kata legislator Fraksi PAN ini, dilansir dari fajar.co.id, Senin (1/6).

WHO memutuskan untuk melarang penggunaan klorokuin berdasarkan laporan jurnal The Lancet yang menyebut bahwa obat tersebut berisiko mengakibatkan masalah jantung hingga kematian pada pasien virus Corona, Senin (25/5).

Klarifikasi ini penting, kata Kahfi, agar hal ini tidak menimbulkan kesimpangsiuran informasi, bahkan dapat menimbulkan keresahan di kalangan pasien Covid-19 dan keluarganya.

“Jika Kemenkes memang telah melakukan uji klinis obat itu, dan memperoleh kesimpulan berbeda dengan WHO, sampaikan saja ke publik. Poin terpenting, jangan bermain-main dengan nyawa pasien, sebab tugas negara dalam konstitusi adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” tegas legislator Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan 1 ini.

“Setahu saya, hingga saat ini, baik Kemenkes maupun Gugus Covid-19 belum memberikan klarifikasi soal ini,” tambah Kahfi.

Respon terkait putusan WHO, hanya disampaikan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) melalui surat imbauan, Kamis (28/5).

Dalam surat imbauan tersebut, PDPI meminta anggotanya yang terlibat Solidarity Trial untuk mematuhi anjuran WHO menunda penggunaan hidroksiklorokuin kepada pasien COVID-19.

Solidarity Trial adalah riset gabungan WHO untuk mencari obat virus Corona, yang di dalamnya termasuk hidroksiklorokuin.

Meski mengimbau anggotanya untuk berhenti memakai klorokuin sebagai uji coba, PDPI tetap mengizinkan pemakaian klorokuin untuk pasien di luar uji coba.

PDPI meminta agar anggotanya tetap mengikuti ‘Protokol Tatalaksana COVID-19’ yang menggunakan klorokuin sebagai obat untuk pasien dengan gejala ringan hingga berat.

Padahal, WHO juga telah meminta Indonesia untuk berhenti menggunakan hidroksiklorokuin dan klorokuin dalam mengobati pasien COVID-19 di luar uji klinis.

Permintaan ini terdapat dalam surat imbauan yang dikirimkan WHO kepada Kementerian Kesehatan dan PDPI, seperti dikutip dari Reuters.

Kahfi meminta Kemenkes maupun organisasi profesi yang terlibat dalam penyusunan Protokol Tatalaksana Covid-19 agar segera mengambil kebijakan tegas, bahkan jika perlu memperbaiki protokol yang terkait dengan penggunaan klorokuin

“Sesudah reses, kami akan undang Kemekes, BPOM dan organisasi profesi terkait, untuk membahas ini. Jika memang perlu dilakukan perubahan protokol, saya kira harus dilakukan dengan cepat. Kita tidak boleh bermain-main dengan nyawa manusia” tutup Anggota Badan Anggaran DPR RI ini.