Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengingatkan agar terobosan kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan sertifikat tanah elektronik jangan menambah beban masyarakat, dan tidak serta merta diterapkan di seluruh wilayah Indonesia.

Ia mengatakan, yang terpenting kebijakan sertifikat elektronik harus transformatif, sehingga  berdampak baik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meminimalisir kasus pertanahan serta jangan menimbulkan misinformasi di masyarakat.

Dikatakannya, teknis penyelenggaraan kebijakan e-Sertifikat ini harus informatif dan komunikatif, serta dilaksanakan secara  bertahap mulai dari kota besar, lembaga dan instansi pemerintah lalu badan hukum baru setelah itu masyarakat luas.

“Penerapannya juga perlu kehati-hatian dan keseriusan karena  menyangkut keamanan data dan membutuhkan dana yang besar. Prinsip akuntabilitas harus dijaga untuk menghindari kebijakan ini dijadikan lahan korupsi baru,” pesan Guspardi, dilansir dari Berita Parlementaria, Selasa (9/2/2021).

Ia menyatakan, saat ini yang berkembang informasi yang simpang siur ditengah masyarakat. Diberitakan bahwa sertifikat fisik milik masyarakat akan di tarik dan digantikan sertifikat elektronik. Hal ini membuat bingung masyarakat.

“Bagaimana prosesedur dan mekanisme pergantiannya.  Apakah akan dilakukan secara gratis atau berbayar. Banyak pertanyaan dan distorsi informasi yang berkembang di masyarakat terhadap kebijakan ini,” kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Terutama masyarakat di daerah pedesaan, tambahnya. Karena akses jaringan informasi dan pemahaman masyarakat terkait teknologi belum memadai. karena memang masyarakat belum mendapatkan penjelasan yang cukup dan memadai terkait kebijakan ini.

Guspardi juga menekankan sosialisasi Permen ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 seharusnya sudah dilakukan dalam tahap perumusan, sehingga ketika kebijakan ditetapkan tidak menimbulkan kebingungan dan reaksi negatif dari masyarakat. “Sehingga bisa menutup celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan masa ‘transisi’ pertukaran sertifikat fisik menjadi sertifikat elektronik,” tandasnya.

Selanjutnya, sambung Guspardi, Permen ini juga harus dapat  menghilangkan praktik “mafia tanah” yang masih berkeliaran. Persoalan ini harus juga menjadi concern pemerintah untuk membasmi dan menyelesaikannya.

“Oleh karena itu pemerintah harus serius dan sungguh menjalankan program ini. Perlu sosialisasi masif dan edukatif untuk menjelaskan kepada publik seperti apa bentuk dokumen dan mekanisme sertifikat tanah elektronik ini,” kata Anggota Badan Legislasi DPR RI ini.

Di samping itu program digitalisasi ini jangan mengulangi kesalahan yang terjadi pada proses pelaksanan KTP Elektronik (e-KTP) yang banyak menimbulkan masalah, tambahnya. Ia menyatakan, pemerintah wajib bertanggung jawab penuh terhadap jaminan keamanan dan kerahasiaan dokumen elektronik berupa data pemegang hak, data fisik dan data yuridis bidang tanah masyarakat.

“Dukungan SDM yang handal dan berkompeten juga tak kalah penting untuk memastikan pengembangan teknologi informasi BPN sampai tingkat bawah dapat terealisasi,” pungkas legislator dapil Sumatera Barat II itu.