Politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) Prof. Dr. Zainuddin Maliki mendesak pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mempertimbangkan sekolah tatap muka di daerah zona kuning dan hijau.

Menurutnya, kebijakan itu nantinya harus dilakukan dengan hati-hati. Janji memprioritaskan keselamatan pendidik dan peserta didik harus dapat diwujudkan.

“Oleh karena pilihannya adalah masuk sekolah, maka diharapkan pemerintah benar-benar bisa memastikan bahwa proses belajar-mengajar tatap muka di zona kuning dilakukan dengan pertimbangan seksama. Pembukaan sekolah benar-benar harus dilakukan dengan sangat hati-hati,” katanya, dilansir dari Tagar, Senin (10/8).

Dia berpandangan, rencana diterapkannya pembelajaran tatap muka karena pemerintah tidak mempunyai pilihan lain. Pasalnya, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang berjalan selama 6 bulan terakhir tidak menghasilkan proses pembelajaran yang efektif.

“Kebijaksanaan relaksasi proses kegiatan belajar dengan memberi izin satuan pendidikan di zona kuning untuk menggelar pembelajaran tatap muka diambil oleh Presiden Jokowi. Rupanya tidak lagi punya pilihan yang lebih baik,” ujarnya.

Dia menegaskan, Komisi X DPR RI sudah mendesak Kemendikbud untuk melakukan berbagai langkah perbaikan terhadap pelaksanaan PJJ. Namun yang terjadi justru semakin banyak keluhan dari siswa, orang tua, serta pihak sekolah terkait dengan penerapan PJJ.

Menurut Survei TBM Lentera Pustaka akhir Juli lalu menyebutkan 71,1% sebagai orang tua, atau ibu-ibu merasa kerepotan dengan PJJ.

Perihal sekolah tatap muka, Anggota Komisi X DPR ini berpendapat, dari sisi kesehatan Kemendikbud harus menjamin semua sekolah yang menyelenggarakan kelas tatap muka dipastikan memiliki sarana prasarana protokol kesehatan yang memadai.

“Penggunaan masker, sanitizer, disinfektan dan terutama menerapkan disiplin siswa berpola hidup bersih di sekolah harus bisa diterapkan dengan baik. Kemendikbud harus bisa menjamin manajemen kelas benar-benar bisa dikelola sesuai prinsip physical distancing,” ucap Zainuddin.

Dia menambahkan, persoalan yang tidak kalah pentingnya adalah Kemendikbud harus segera memetakan data orang tua siswa yang setuju dengan kelas tatap muka dan yang masih memilih bertahan dengan PJJ.

“Oleh karena diperkirakan masih banyak orang tua yang belum berani mengizinkan putra-putrinya ikut masuk sekolah di zona kuning, terutama yang berada di zona merah, maka Kemendikbud harus tetap serius membenahi PJJ. Identifikasi keluhan yang ada selama ini dan segera lakukan perbaikan. Tentu termasuk pembenahan kurikulum,” kata dia.

Tak hanya itu, Kemendikbud dalam hal ini diharapkan bisa memberi kepastian di masa darurat. Kata dia, kebijakan membuka tiga opsi harus mengacu pada Kurikulum Nasional.

Dia menegaskan, penggunaan kurikulum darurat atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri hanya membingungkan para guru di lapangan.

“Segera susun kurikulum darurat, lengkapi dengan standar isi serta penilaiannya dan berlakukan secara nasional. Untuk mendukung penyediaan dana, stop program yang tidak bersentuhan langsung dengan penanganan dampak Covid-19,” ujarnya.

Lantas, Zainuddin mengatakan, Kemendikbud tidak bisa hanya merelaksasi penggunaan dana BOS untuk menyiapkan sarana protokol kesehatan atau pembelian gawai dan pulsa.

“Lakukan refokusing anggaran seperti Program Organisasi Penggerak dan program lain yang tidak terkait langsung dengan dampak Covid-19. Lakukan refokusing, tentu bisa dibicarakan dengan Komisi X, agar dapat disiapkan dana memadai untuk penanganan pembelajaran siswa, baik yang langsung tatap muka maupun belajar dari rumah,” tukas Zainuddin Maliki.