Pembelajaran otentik (authentic learning) menjadi salah satu alternatif yang dapat dikembangkan selama pandemi Covid-19. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Prof. Dr. Zainuddin Maliki, berbagi kisahnya saat berkunjung ke Perth, Australia Barat, akhir 2011.
Saat itu, ia bertemu sejumlah guru kelas VIII SMP Santa Maria. Mereka tergabung dalam satu team teaching mata pelajaran Society and Environment.
“Pendekatan yang digunakan authentic learning. Mereka bawa siswanya ke Kings Park, sebuah taman yang menjadi icon wisata di ibu kota Australia Barat,” ujarnya, dilansir dari PWMU.CO, Rabu (27/5).
Ia menceritakan, di sana anak-anak diminta menggambar apa saja yang dianggap menarik. Lalu diminta mendeskripsikan apa yang digambar, termasuk alasan mengapa tertarik objek yang dipilihnya itu.
“Ada yang menggambar tanaman, juga hewan. Ada yang tertarik melihat kapal pesiar yang tengah melintasi Swan River dari satu spot pemandangan di Kings Park. Ada pula yang menggambar indahnya view Kota Perth dilihat dari Kings Park,” kisahnya.
Menurut Zainuddin, hasil karya mereka menarik dan beraneka ragam. Dari para siswa itu, ia sempat melihat goresan tangan yang menggambarkan minat maupun kekayaan imajinasi mereka.
Ia mengatakan, dengan pendekatan pembelajaran otentik, memang membuat siswa tidak hanya belajar secara abstrak, tetapi belajar lebih nyata dan kontekstual.
“Siswa belajar dengan mengalami, sehingga siswa punya pengalaman. Bukankah pengalaman adalah guru yang terbaik?” jelasnya.
Di balik keefektifan authentic learning yang dapat mencerdaskan kognisi, afeksi, sekaligus kekuatan motorik siswa, ada pertanyaan menarik soal kelemahan pembelajaran ini.
“Ada yang berkomentar memerlukan banyak waktu, target kurikulum bisa nggak tercapai, padahal untuk lulus Unas kan harus terpenuhi. Kalau muatan kurikulum tidak terpenuhi, lalu tidak lulus Unas, bisa fatal,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Zainuddin menyayangkan jika yang dikejar dalam pendidikan adalah nilai ujian, bukan kompetensi. Hal itu bisa ia mengerti karena rezim UN pernah sangat dominan menguasai hingga alam bawah sadar guru, siswa, orangtua, hingga semua pejabat di negara ini.
“Tetapi kehidupan membutuhkan kompetensi, bukan nilai ujian,” tegasnya.
Apalagi, kata dia, ujian yang dilaksanakan banyak menggunakan objective test, seperti yang dipakai dalam ujian nasional (UN).
“Jelas hal itu sangat tidak memadai untuk dapat mengantar siswa menjadi manusia yang berkompeten,” kritiknya.
Mengapa demikian? Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN itu mengatakan, kompetensi itu merupakan perpaduan tiga hal, yaitu kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
Menurut Taksonomi Bloom, ia menjelaskan, kompetensi merupakan perpaduan antara kecerdasan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Sedangkan Unas hanya habis untuk mendorong dan memacu kecerdasan kognitif.
Untuk itu, pembelajaran otentik bisa menjadi alternatif belajar di masa pandemi Covid-19. Tetapi memang, menurutnya, memerlukan kreasi untuk bisa memodifikasi.
“Misalnya guru tetap bekerja dalam tim. Desain pembelajarannya dikemas bersama, kemudian disampaikan kepada siswa menggunakan metode daring,” paparnya.
Mengenai objek yang harus dipelajari, ia menyarankan sesuatu yang bisa dicari di rumah. Jadi tidak harus keluar rumah.
“Model belajarnya juga didesain secara individual sehingga tidak harus dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok,” sarannya.
Ia juga menyarankan untuk menggunakan media by utility dengan memanfaatkan apa yang ada, tetapi relevan dengan pokok bahasan dan bisa diperoleh di dalam atau di sekitar rumahnya sendiri.
“Selanjutnya guru me-monitor-ing dengan metode daring,” tambahnya.
Soal evaluasi, ia berharap dapat dilakukan menggunakan portofolio. Anak-anak diberi kesempatan untuk menggunakan smartphone guna merekam, mengambil video, dan mendokumentasikan apa yang sudah dilakukan.
“Tentu bisa juga memanfaatkan berbagai platform atau aplikasi yang mudah didapat di website untuk upload apa yang telah dilakukan,” tuturnya.
Dengan begitu, sambungnya, anak-anak juga bisa semakin fasih menguasai teknologi digital, sekaligus bisa upload dan mempublikasikan progress pembelajarannya.
“Dari publikasi mereka, guru bisa melihat perkembangan pembelajaran melalui portofolio anak-anak didiknya,” harapnya.
Related posts
Terkini
- PAN Harap Bank Syariah Indonesia Jadi Leading Sector Pemulihan Ekonomi Nasional March 9, 2021
- PPKM Mikro Diperpanjang, PAN Minta Data Evaluasinya Dibuka March 9, 2021
- Fraksi PAN Tolak RUU Ibu Kota Negara Masuk Prolegnas 2021 March 9, 2021
- PAN Ajak Masyarakat Beli Produk Dalam Negeri March 5, 2021
- Pertama di Madura, Gaji Anggota DPR PAN Dihibahkan Untuk Petani March 5, 2021