Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, mengkritisi pengembalian sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke proporsional tertutup.
Sebagaimana dalam Pasal 206 RUU Pemilu, sistem pemilu yang digunakan yaitu sistem proporsional tertutup.
Pengembalian kepada sistem proporsional tertutup dinilai sebagai set back atau memutar jarum ke belakang dan mengebiri hak rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen.
“Hak demokrasi rakyat untuk memilih wakil mereka untuk duduk di parlemen seakan dirampas,” kata Guspardi, dikutip dari Tribunnews, Kamis (21/5).
“Menerapkan sistem proporsional tertutup adalah langkah mundur karena bertentangan dengan semangat reformasi dan hanya akan menimbulkan oligarki,” imbuhnya.
Saat ini pemilu di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka.
Kandidat bersaing dengan kandidat lain di partai yang sama. Mereka yang lolos adalah yang mendapat suara terbanyak sebagai individu.
Ini tentunya akan membuat semua calon akan bersemangat dan bergairah untuk mendulang suara di daerah pemilihan masing-masing.
Sehingga calon yang akan duduk di parlemen adalah mereka yang benar-benar mendapatkan dukungan dari masyarakat pemilihnya.
Dan itu merupakan manifestasi dari kedaulatan itu berada di tangan rakyat.
Sementara sistem proporsional tertutup berkebalikan dari itu, calon anggota ditentukan berdasarkan nomor urut yang ditentukan partai politik.
Kemudian pemilih akan memilih partai dan bukan memilih anggota partai yang mewakili daerah pemilihan.
Partai politik menjadi sangat berkuasa menentukan mendudukkan calon yang akan diusung di lembaga legislatif.
Hal ini dinilai tidak mendukung semangat reformasi dan pembangunan politik serta demokrasi di Indonesia dan hanya akan mematikan partisipasi politik.
Serta akan menguatkan oligarki partai-partai politik.
Menurut Anggota DPR RI asal Sumatera Barat itu, sistem proporsional tertutup para caleg tentunya tidak akan membesarkan partai.
Sementara di internal para calon akan bersikap pasif karena calon anggota DPR (caleg) ditentukan berdasarkan nomor urut yang dibuat partai politik.
“Semakin kecil nomor urut yang dimiliki caleg, makin besar peluangnya menjadi anggota dewan. Sebaliknya, semakin besar nomor urut, semakin jauh peluangnya menduduki kursi legislatif,” ucapnya.
Guspardi menilai sistem proporsional terbuka selayaknya dipertahankan untuk diterapkan pada pemilu legislatif saat ini.
Kekurangan yang ada pada sistem proporsional terbuka tidak harus dengan mengembalikan sistem pemilu tertutup.
Karena itu yang harus dilakukan adalah perbaikan dan penyempurnaan untuk menutup kekurangan sistem proporsional terbuka itu sendiri.
“Sistem ini terbukti telah berhasil membuka ruang partisipasi lebih besar, lebih mendekatkan pemilih kepada calon, komunikasi politik berjalan, dan kesempatan calon terpilih lebih adil. Sehingga cita-cita demokrasi di mana kedaulatan rakyat tertinggi berada di tangan rakyat dapat terwujud,” ujar dia.
Related posts
Terkini
- PAN Harap Bank Syariah Indonesia Jadi Leading Sector Pemulihan Ekonomi Nasional March 9, 2021
- PPKM Mikro Diperpanjang, PAN Minta Data Evaluasinya Dibuka March 9, 2021
- Fraksi PAN Tolak RUU Ibu Kota Negara Masuk Prolegnas 2021 March 9, 2021
- PAN Ajak Masyarakat Beli Produk Dalam Negeri March 5, 2021
- Pertama di Madura, Gaji Anggota DPR PAN Dihibahkan Untuk Petani March 5, 2021