KETUA MPR Zulkifli Hasan meminta pemerintah hati-hati dalam menyelesaikan kasus kerusuhan Papua.

Ia meminta pemerintah tidak salah langkah sehingga kerusuhan Papua terus menjalar.

“Sekali lagi hati-hati, ini Papua itu kan multidimensi. Jangan sampai salah langkah, jangan sampai salah arah.”

“Ini sejak 15 tahun terakhir, baru kali ini bendera bintang kejora berkibar, tapi tidak ada tindakan serius dari aparat keamanan, khususnya TNI/Polri,” kata Zulkifli Hasan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/8/2019).

Zulkifli Hasan menilai kasus Papua sudah melebar, bahkan negara lain dan PBB sudah campur tangan.

Kerusuhan yang awalnya terjadi di Manokwari, juga kemudian menjalar ke daerah lain.

“Sementara di dalam negeri, kericuhan terjadi sangat masif dan sudah masuk ke kota kota, kabupaten, bahkan di beberapa provinsi. Sekali lagi hati-hati. Ingat, hati-hati,” tuturnya.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu meminta pemerintah fokus terhadap penyelesaian kerusuhan di Papua.

Bahkan ia meminta, pemerintah mengenyampingkan dulu masalah lain, demi penyelesaian di Papua.

“Jadi sekali lagi, pemerintah harus fokus ke salah satu masalah, seperti Papua ini. Yang dianggap belum perlu tunda dulu, misalnya soal Ibu kota ya,” sarannya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta proses hukum ditegakkan, tak terkecuali kepada pengibar bendera bintang kejora di Istana Negara pada Rabu (28/8/2019) lalu.

Bahkan, Tito Karnavian langsung menginstruksikan Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono untuk bergerak.

“Hukum kita tegakkan, yang salah akan kita proses. Ada juga peristiwa pengibaran bendera di Jakarta, di mana saya sudah perintahkan Kapolda tangani.”

“Tegakkan hukum sesuai apa adanya, kita harus hormati hukum,” tegas Tito Karnavian di Rupatama Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2019).

Sebelumnya diberitakan, bendera Bintang Kejora, simbol Gerakan Papua Merdeka, berkibar di depan Markas Besar TNI dan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.

Bendera itu dikibarkan oleh mahasiswa Papua di tengah aksi unjuk rasanya.

Aksi ratusan Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme itu, digelar sejak pukul 12.00 WIB

Mereka berbaris rapi menutup tiga lajur di Jalan Medan Merdeka Utara, kemacetan pun tak terhindarkan.

Satu per satu peserta aksi demo memberikan orasi bernada menggelorakan Papua agar mendapat hak menentukan nasib sendiri alias self-determination right.

Setelah menyampaikan pendapat, mereka membuka baju untuk menunjukkan simbol perlawanan dan mengibarkan tiga bendera Bintang Kejora di depan Mabes TNI dan Istana Merdeka.

Mereka kemudian berlari mengitari bendera tersebut sambil berteriak “Papua Merdeka!” dan menyanyikan lagu “Papua bukan Merah Putih, Papua Bintang Kejora.”

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menilai tuntutan referendum dalam aksi unjuk rasa berujung kerusuhan di Kabupaten Deiyai, Papua, sudah tak relevan.

Karena, menurutnya, mengacu pada Perjanjian New York tahun 1962, Papua bagian barat adalah bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

“Saya kira tuntutan referendum sudah tidak pada tempatnya, dan seharusnya tidak disampaikan,” ujar Wiranto saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).

“Karena apa? Karena NKRI sudah harga mati.”

“Perjanjian New York tahun 1962 lalu mengisyaratkan Papua bagian barat masuk NKRI, sehingga NKRI harga mati termasuk Papua dan Papua Barat,” tuturnya.

Wiranto menambahkan, konsep referendum adalah dalam konteks meminta rakyat menyatakan pilihannya, apakah merdeka atau lepas dari negara penjajahnya.

Sehingga, menurutnya referendum tak tepat jika dituntut oleh masyarakat Papua, karena Papua merupakan wilayah sah Indonesia sebagai bekas jajahan Belanda, sesuai Perjanjian New York tersebut.

“Papua dan Papua Barat ini kan wilayah sah Indonesia, jadi referendum tak perlu dikemukakan lagi,” tegasnya.

Wiranto mengatakan, pemerintah membuka ruang komunikasi dan persuasif untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Papua.

“Saya sudah melakukan langkah persuasif, berbincang dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh pemuda.”

“Sebenarnya apa yang menjadi tuntutan dalam aksi unjuk rasa itu sudah terjawab,” imbuhnya.

Wiranto menyesalkan kerusuhan yang sampai merenggut korban jiwa tersebut, yaitu satu aparat TNI meninggal dunia.

Juga, dua personel TNI dan empat polisi terluka, serta dua masyarakat menjadi korban meninggal dunia.

Ia mengimbau jangan sampai aksi unjuk rasa tersebut ditunggangi oleh pihak-pihak yang sengaja ingin membuat kerusuhan.

“Apalagi, indikasi tersebut ditunjukkan dengan aksi unjuk rasa yang sudah merusak.”

“Jangan sampai aksi unjuk rasa dimanfaatkan pihak-pihak yang ingin menyerang aparat keamanan.”

“Saya yakin orang yang menyerang aparat bukan orang-orang yang murni memiliki niat melaksanakan demo,” papar Wiranto. (Taufik Ismail/Vincentius Jyestha)

Sumber : wartakota.tribunnews.com