Banyak kolega yang bertanya kepada saya, “Bagaimana maksudnya Bang Zul menjadi mentor politik Gibran itu?” Di antara yang bertanya itu banyak politisi senior, mantan pejabat tinggi negara, dan lainnya.

Saya jawab pada mereka sederhana saja. Anak muda calon pemimpin itu sudah punya banyak hal, mulai dari ide, kreativitas, inovasi, hingga optimisme. Tapi kadang yang tidak mereka miliki adalah visi kebangsaan. Tugas kita yang senior mengajarkan visi kebangsaan ini.

Saya berpesan kepada Gibran setidaknya empat hal. Pertama, jangan lupakan perjuangan para pendiri bangsa ini. Mereka menginginkan persatuan, mereka memperjuangkan persatuan dengan keringat dan darah, hingga mengorbankan nyawa, jangan sampai politik yang kita bangun hari ini justru mendorong perpecahan.

Kedua, saya berpesan bahwa NKRI dan Pancasila adalah hasil kesepakatan, hasil konsensus. Itu harus dijaga betul. Diperjuangkan agar masyarakat bisa merasakan betapa indahnya jika Pancasila ditafsirkan dan diimplementasikan dengan benar.

Ketiga, jangan lupakan perjuangan para ulama. Mereka berjuang untuk tegaknya negeri ini. Tanpa para ulama, negara ini kehilangan kompas ruhaninya. Selalu bersama mereka adalah cara terbaik untuk terus menjaga bangsa ini di rel yang benar.

Keempat, selalu bergandengan dengan dua sayap yang menjaga negeri ini, Muhammadiyah dan NU. Kedua ormas Islam terbesar ini telah membuktikan bahwa berjuang untuk Indonesia masa depan, melalui syiar, pendidikan, kebudayaan, kesehatan dan lainnya. Jadikan keduanya, juga organisasi-organisasi lain yang punya nafas perjuangan yang sama seperti Persis, al-Washliyah, Perti, al-Irsyad, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, dan lainnya sebagai sahabat dan penuntun.

Saya mewakafkan diri saya untuk menjadi mentor anak-anak muda calon pemimpin bangsa, siapapun di seluruh Indonesia, mengingatkan mereka betapa penting visi kebangsaan ini. Dari para calon pemimpin muda itu, Gibran adalah salah satunya.

Zulkifli Hasan