Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan defisit APBN akan meningkat menjadi Rp 1.028,5 triliun. Jumlah ini naik dari perkiraan defisit sebelumnya yakni Rp 852,9 triliun.
Bagi Sekjen DPP PAN Eddy Soeparno, kabar tidak menyenangkan ini seharusnya bisa dicegah melalui diseminasi informasi yang rinci dan transparan dari Kementerian Keuangan.
“Tanggal 11 Mei lalu pada saat Perpu No. 1 tahun 2020 diketok di DPR, proyeksi defisit APBN yang disampaikan masih 5,07 persen. Selang hanya beberapa hari setelahnya, Menkeu sampaikan defisit APBN menjadi 6,27 persen. Fakta defisit APBN 6,27 persen ini yang seharusnya sudah layak disampaikan ketika Perpu disahkan di DPR,”
“Jangan sampai terkesan bendahara negara mencicil berita buruk ke publik dengan pertimbangan tertentu, padahal kejernihan informasi dibutuhkan saat ini agar respon kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menjadi kredibel dan didukung masyarakat,”
Hal ini disampaikan Eddy Soeparno di Jakarta, Selasa (19/5).
Eddy menyampaikan, sejak awal PAN sudah memperkirakan sekaligus mengingatkan pemerintah bahwa kebutuhan anggaran kesehatan, jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi nasional akan lebih besar dari yang dianggarkan pemerintah sebesar Rp 405 triliun.
“Proyeksi kami didasarkan pada fakta bahwa penerimaan negara yang selalu di bawah target dari tahun ke tahun, disamping economic shock yang ditimbulkan pandemi ini sangat masif dan berimbas cepat ke segala lini perekonomian nasional,”
“Kita lihat saja kenaikan angka PHK secara drastis serta anjloknya ekonomi di sektor transportasi, pariwisata, manufaktur dan otomotif secara instan,” lanjut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini.
Faktor lainnya yang seharusnya menjadi pertimbangan adalah data masyarakat terinfeksi Covid 19 yang masih belum akurat, mengingat rapid test masih berjalan di berbagai daerah.
“Data epidemiologinya masih belum konklusif. Buktinya semakin banyak test dilakukan, semakin diketahui jumlah warga yang positif Corona dan memerlukan perawatan. Imbasnya anggaran kesehatan akan meningkat,” tutur Eddy.
Hal lain yang juga menjadi perhatian Eddy adalah upaya pemerintah membiayai tambahan defisit dari pinjaman baru khususnya di pasar keuangan internasional. Hal ini karena pada saat yang sama, sejumlah negara juga berupaya membiayai defisit anggarannya dengan mencari dana di pasar internasional, termasuk perusahaan swasta nasional yang mencari pinjaman baru atau melakukan refinancing.
“Perlu dipikirkan mekanisme agar potensi crowding out bisa dicegah, karena hanya akan membuat surat utang kita menjadi lebih mahal ke depannya,” kata Eddy yang merupakan mantan Direktur Investment Banking Group Asia Pacific di Merril Lynch ini.
Terakhir, Eddy telah meminta Fraksi PAN di DPR RI khususnya Komisi XI untuk meminta penjelasan yang rinci tentang alokasi anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional.
“Fraksi PAN di DPR RI harus memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan pemerintah bermanfaat untuk rakyat, tepat sasaran dan dapat dipertanggung jawabkan,” pungkas Eddy.
Related posts
Terkini
- PAN Harap Bank Syariah Indonesia Jadi Leading Sector Pemulihan Ekonomi Nasional March 9, 2021
- PPKM Mikro Diperpanjang, PAN Minta Data Evaluasinya Dibuka March 9, 2021
- Fraksi PAN Tolak RUU Ibu Kota Negara Masuk Prolegnas 2021 March 9, 2021
- PAN Ajak Masyarakat Beli Produk Dalam Negeri March 5, 2021
- Pertama di Madura, Gaji Anggota DPR PAN Dihibahkan Untuk Petani March 5, 2021