Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, membela Wapres ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), yang bertanya soal cara mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi. Sudding menilai pernyataan JK mewakili keresahan masyarakat masa kini.

“Paling tidak, itu menjawab keresahan dalam konteks kekinian ya, masyarakat dalam konteks kekinian, karena begitu banyaknya pihak-pihak yang terkadang berurusan dengan aparat penegak hukum ketika berseberangan atau kah menyampaikan suatu statement yang dianggap bahwa itu suatu kritik ya,” kata Sudding dilansir dari Detikcom, Senin (15/2/2021).

Lebih lanjut, Sudding menilai JK sedang berupaya agar ruang demokrasi di Tanah Air dapat lebih dibuka. Dengan begitu, masyarakat dapat menyampaikan kritik konstruktif tanpa dipanggil aparat penegak hukum.

“Artinya ruang-ruang demokrasi itu harus dibuka. Ruang demokrasi, saya kira apa yang disampaikan Pak JK itu ingin membuka ruang demokrasi sebenarnya. Membuka ruang demokrasi agar masyarakat bisa menyampaikan hal-hal yang memang dianggap itu (kritik) sifatnya konstruktif gitu kan. Tidak harus berurusan dengan aparat penegak hukum,” ucapnya.

Menurut Sudding, banyak kasus terkait kritik yang berujung ke proses hukum. Anggota DPR dari Fraksi PAN itu lalu menyinggung kasus dugaan ujaran kebencian para petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan.

“Saya kira beberapa contoh, kasus Zumhur, lalu kemudian Syahganda dan sebagainya, dan ini memunculkan banyak pertanyaan-pertanyaan di masyarakat gitu,” ucapnya.

Sebelumnya, Wapres RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), mempertanyakan bagaimana cara masyarakat bisa mengkritik pemerintah tanpa harus dipanggil polisi. JK menyampaikan ini tak lama setelah Presiden Jokowi meminta masyarakat lebih aktif mengkritik.